Home.
Apa yang kalian pikirkan tentang rumah? Coba
kutebak, sebuah tempat yang menghangatkan? Tempat istirahat terbaik? Atau malah
sebuah tujuan?
Aku menuliskan ini karena beberapa sahabatku pulang
kemarin, dan kita berkumpul. Sekadar menceritakan apa saja yang kita lalui
selama kita berjarak. Sampai pada saat aku bertanya “sampai kapan di sini?”
“besok sore” katanya.
“anjir. bentar
banget. ngapain coba pulang?”
kataku ketus tanpa dosa.
“kan udah gue
bilang, gue kangen rumah, kangen kalian
juga” jawabnya.
Aku diam.
Awalnya aku memang tidak terlalu mengerti bagaimana
rasanya. Tapi tidak sampai ketika aku mendengar jawaban itu dengan serius
disertai nada yang tegas. Ternyata, manusia sekuat dan setegar laki-laki pun
kalau sudah saatnya pulang ke rumah, ya, dia akan pulang. Bagaimana pun
caranya.
Seharusnya aku tidak berhak menuliskan tentang
‘rumah’ karena setiap hari aku memang pulang ke rumah. Termasuk merasakan
hangatnya suasana rumah. Tapi, bagaimana dengan mereka yang berjuang di kota
rantau sana? Dan bagaimana juga mereka mengatasi rindu mereka terhadap ‘rumah’
saat mereka tidak bisa pulang? Karena sesungguhnya menahan rindu itu sangat
berat.
Tapi karena ada banyak jalan menuju Roma, jadi ada
banyak jalan juga untuk menahan rindu. Ga nyambung si, yaudalahya. Dan inilah yang dilakukan teman-temanku yang
merantau untuk menahan rindu;
“ya paling kek
nyuci, setrika, makan yang banyak, jalan kalo perlu”
“cari kesibukan
di kosan, main sama temen. dan nelepon mamah”
“nyuci baju,
main laptop, makan, tidur”
“telepon mamah.
tidur juga, biar waktu berjalan cepat”
“telepon mamah,
kasih kabar kalo ga bisa pulang. tapi gue usahain cari waktu meski bentar buat
pulang sih”
“meet up sama
keluarga yang ada di sini, seengganya mereka obat kangen”
“gue tahan,
nikmatin ae”
“telepon ibu /
bapak terus nangis, eh gak ding, ya curhat panjang lebar terusnya”
“teleponan,
video call juga”
Dan satu kalimat yang mengikuti jawaban di atas; emang kenapa nanya gituan?
Tidak ada apa-apa sebenarnya, hanya penasaran. Aku
sempat menginap di salah satu kost temanku, dan rasanya memang berbeda. Padahal
hanya satu atau dua hari, tapi sudah rindu rumah. Bagaimana kalian yang
merantau?
Biasanya suara cerewet mama mengisi setiap sudut
rumah, tapi di sana tidak ada. Biasanya makan masakan mama dari pagi sampai
malam, tapi di sana makan seadanya. Biasanya ribut sama adik sekadar berebut
remote TV, tapi di sana TV saja tidak ada. Biasanya di rumah ada tempat
berbagi, tapi di sana kalian sendirian. Biasanya di rumah ramai, tapi di sana
sepi.
Semua pilihan pasti ada resikonya. Termasuk mengejar
mimpi dan cita-cita, yang salah satu resikonya adalah harus rela meninggalkan
rumah untuk beberapa hari atau bahkan bertahun-tahun. Jadi, buatlah orang-orang
rumahmu bangga. Terus raih mimpimu di kota rantau. Buat juga orang-orang
rumahmu tidak sia-sia untuk menunggumu pulang. Buktikan kalau penantian mereka
itu berbuah manis dengan berhasilnya kalian.
Satu lagi, pulanglah kalau ada waktu. Pulanglah
kalau kalian penat dengan kegiatan kalian. Pulanglah kalau kalian memang ingin
pulang. Apalagi yang hanya beda kota. Karena ada dua orang terpenting dihidup
kalian yang menanti kepulangan kalian. Aku saja yang pejuang pulang-pergi,
orang tua sebegitu khawatirnya, bagaimana orang tua kalian ya?
Jadi, pulanglah,
karena obat terbaik untuk mengatasi kerasnya dunia adalah rumahmu sendiri.
“Karena sejauh manapun dan sebanyak apapun tempat yang kamu singgahi. Pada akhirnya, kamu akan kembali ke rumahmu sendiri, tempat paling nyaman. Karena cinta tahu kemana dia harus pulang.” – ipeh, anak rantau yang kangen emak.
Comments
Post a Comment